Kementerian Pertahanan Indonesia
tengah mempertimbangkan opsi pembelian 16 pesawat tempur Su-35 dari
Rusia. Pesawat tersebut rencananya akan digunakan untuk menggantikan F-5
Tiger II yang dinilai sudah ketinggalan zaman, demikian diberitakan
oleh Defense News.
————————————————————————————————————————
Saat ini Indonesia memiliki 16 pesawat tempur Su-27SK/SKM dan
Su-30 MK/MK2. Hingga 2024, akan ada delapan skuadron yang berisi 16 unit
pesawat tipe “Su” per skuadronnya. Kemungkinan skuadron tersebut akan
diisi oleh pesawat unggulan saat ini, yakni Su-35.
Opsi pembelian pesawat tersebut telah
dibicarakan dalam pertemuan perwakilan Kementerian Pertahanan Indonesia
Purnomo Yusgiantoro dengan Kepala Staf dan Komando Angkatan Udara Rusia
pada pertengahan Januari lalu.
Yusgiantoro menyatakan bahwa keputusan
akhir mengenai pembelian Su-35 masih belum ditetapkan. Komando Angkatan
Udara Indonesia juga tengah mempertimbangkan alternatif lain untuk
menggantikan pesawat F-5 yang dinilai sudah menua. Selain Su-35, AU RI
juga sedang mempelajari pesawat tempur JAS 39 Gripen buatan Swedia,
pesawat F-16 Fighting Falcon Block 60, F-15 Silent Eagle dan F/A-18
Super Hornet asal AS, serta pesawat Rafale asal Prancis. Namun, Su-35
merupakan pilihan utama dari daftar kandidat tersebut.
Generasi Kelima
Semua pesawat tempur yang ikut serta
dalam tender adalah pesawat paling modern dalam aviasi militer dunia.
Jika pesawat tempur Amerika, Prancis, Swedia merupakan perwakilan
generasi “4+”, Su-35 bisa disebut sebagai pesawat tempur generasi “5-“.
Artinya, Su-35 memenuhi kriteria dan spesifikasi pesawat tempur generasi
baru secara maksimal, seperti halnya pesawat tempur F-22 Raptor dan
F-35. Su-35 tersebut kerap disandingkan sebagai pesaing utama pesawat
tempur AS Raptor.
Biro Konstruksi Sukhoi dengan rendah
hati mengategorikan pesawat Su-35 ini sebagai generasi “4++”, yakni
pesawat yang lebih unggul dari generasi ke empat, namun belum menjadi
generasi kelima. Padahal, banyak pesaing dunia yang menyebut Su-35
sebagai pesawat masa depan.
Lebih Unggul
Tak mudah bagi orang awam untuk
membedakan pesawat Su-35 dari Su-27, ataupun Su-30MK. Namun
sesungguhnya, terdapat perbedaan signifikan antara tiap pesawat
tersebut. Skema aerodinamika fuselage (badan pesawat) Su-35 merupakan
konfigurasi paling muktahir dibanding para pendahulunya. Su-35 juga
memiliki bentuk yang lebih ramping (konfigurasi Kanard) dibanding Su-27,
serta tidak memiliki kemudi horizontal bagian hidung pesawat seperti
Su-30. Kemudi horizontal yang dibuat pada pesawat Su-30MKI oleh India
dapat meningkatkan kemampuan manuver pesawat. Dengan dilengkapi mesin
pesawat jet yang memiliki thrust vector control, pesawat Su-30 merupakan
pesawat tempur terbaik di dunia.
Manuver udara Cobra Pugachev adalah
gerakan pada saat pesawat menambah ketinggian dan pada momen tertentu
pesawat tersebut berhenti dan menggantung di udara dengan bertumpu pada
ekor (seperti bentuk kepala ular kobra), lalu hidung pesawat mulai
menurun seperti halnya daun jatuh, sambil berputar kembali ke posisi
semula. Manuver ini tidak dapat dilakukan oleh satupun pesawat tempur
lain di dunia. Sukhoi juga mampu melakukan akselerasi dan berhenti
seketika sambil mengangkat seluruh permukaan badan pesawat menghadap
belakang. Dari posisi tersebut, pesawat Sukhoi dapat melanjutkan
penerbangan mereka dengan kecepatan minimum. Bila hal itu dilakukan oleh
pesawat tempur lain, kemungkinan mereka akan jatuh.
Kemampuan taktis tersebut digunakan oleh
pilot-pilot asal India saat melakukan latihan bersama dengan AU AS
serta negara-negara lain. Di salah satu latihan tersebut, pilot India
dapat mengalahkan pilot AS yang mengendarai F-15C/D Eagle. Setelah
pelaksanaan latihan bersama itu, Jendral AS Hal Homburg yang merupakan
Kepala Komando Pertahanan Udara Angkatan Udara AS, dipaksa untuk
mengakui bahwa hasil latihan tersebut menjadi kejutan besar bagi para
pilot Amerika. “Kami ternyata bukan yang paling unggul di seluruh dunia.
Pesawat tempur Su-30 MKI lebih baik dibanding F-15C. Angkatan udara
negara yang memiliki pesawat tersebut tentu lebih kuat dan dapat menjadi
ancaman bagi keadidayaan Amerika di udara pada masa yang akan datang,”
ujar Homburg.
Kemampuan super manuver Su-35 didapat
dari mesin pesawat 117S. Mesin tersebut dikembangkan dari pendahulunya,
yakni mesin tipe AL-31F yang dipasang pada pesawat Su-27. Namun mesin
117S memiliki kekuatan dorong yang lebih besar, yakni 14,5 ton,
sementara pendahulunya hanya memiliki kekuatan dorong 12,5 ton. Mesin
ini juga memiliki keunggulan berupa sumber energi yang lebih besar dan
penurunan pemakaian bahan bakar. Hal tersebut membuat mesin ini tidak
hanya mampu memberikan kecepatan yang tinggi dan super manuver, tetapi
juga kemampuan untuk membawa persenjataan lebih banyak. Mesin tersebut
akan dipasang pada pesawat tempur seri pertama T-50 nantinya.
Pilot uji coba Biro Konstruksi Sukhoi
Sergey Bogdan mengatakan, pada saat penerbangan pertama Su-35, mereka
ditemani oleh pesawat Su-30MK. Ini membuat mereka dapat membandingkan
kemampuan mesin masing-masing pesawat. Pada saat penerbangan tersebut,
Su-35 melakukan percepatan maksimum dalam moda tanpa pembakaran lanjut,
sedangkan Su-30MK harus mengejarnya dengan menggunakan moda pembakaran
lanjut karena beberapa kali tertinggal dari Su-35. “Ini merupakan
keunggulan tersendiri bagi Su-35 yang dapat memberi keuntungan dan
kemampuan lebih besar saat melakukan pertempuran di udara,” tutur
Bogdan.
Dibanding Su-27, kabin pesawat Su-35
tidak memiliki komponen analog dengan jarum penunjuk. Penunjuk analog
tersebut digantikan oleh kristal cair berwarna. Petunjuk itu sama
seperti televisi dalam mode Picture in Picture, yakni terdapat
layar-layar yang menunjukkan semua informasi yang dibutuhkan oleh para
pilot. Semua komponen hidrodinamika pengendali mesin penghasil tenaga
digantikan dengan komponen elektronik. Para perancang pesawat mengatakan
bahwa hal tersebut tidak hanya menghemat tempat dan beban pesawat,
tetapi juga dapat membuat mesin pesawat tersebut bisa dikendalikan
menggunakan kontrol jarak jauh. Itu berarti peran pilot sudah tidak
dominan, karena komputer akan menentukan dengan kecepatan berapa dan
moda mesin seperti apa yang akan digunakan untuk mengejar sasaran, serta
pada momen apa saja pilot diizinkan menggunakan senjata.
Adapun mode penerbangan kompleks,
seperti penerbangan di ketinggian yang sangat minim dengan relief
permukaan yang berbukit, dapat dilakukan oleh pesawat Su-35. Selain itu,
sistem komputer juga menjaga agar pilot menggunakan senjata tanpa
membahayakan pesawat itu sendiri atau agar pesawat tidak lepas kendali.
Su-35 juga dilengkapi dengan sistem radar Active Electronically Scanned
Array muktahir milik T-50. Sistem radar serupa hanya dimiliki oleh
pesawat F-22, dan kemungkinan juga akan dimiliki oleh Rafale. Berkat
sistem radar tersebut, Su-35 dapat melihat semua hal yang ada di udara
dan di darat dalam radius beberapa ratus kilometer. Su-35 dapat mengikat
30 sasaran sambil mengarahkan senjatanya pada sepuluh sasaran tersebut.
Para pakar ahli yakin bahwa F-22 maupun
T-50 tak akan menjadi komoditas ekspor. Harga satu unit Raptor mencapai
133,1 juta dolar AS, dan T-50 juga bukanlah pesawat murah. Adapun Su-35
yang merupakan generasi setelah “4+” ini dibanderol 30-38 juta dolar AS,
yang menjadikan pesawat tersebut sebagai primadona ekspor berlabel
“generasi 5-“. Ini bukan hanya sebuah langkah pemasaran yang cantik, namun
Su-35 memang dibuat untuk melampaui pesawat tempur generasi “4+” asal
Eropa seperti Rafale dan Eurofighter 2000, serta pesawat tempur yang
sudah dimodernisasi buatan Amerika yakni F-15, F-16, dan F-18. Selain
itu, pesawat Su-35 juga mampu menandingi pesawat generasi kelima,
seperti F-35 dan F-22A. Hal tersebut diakui oleh para
pakar dunia Barat, berdasarkan data-data pemodelan komputer. Kemungkinan
fakta inilah yang menarik perhatian badan militer Indonesia.